Wajah Pendidikan Indonesia - News - BPS-Statistics Indonesia Semarang Municipality

September 2024 terjadi inflasi year on year (y-on-y) Kota Semarang sebesar 1,53 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,12

Wajah Pendidikan Indonesia

Wajah Pendidikan Indonesia

September 23, 2024 | Other Activities


Oleh: Lilis Anisah, SST, MSi

Statistisi BPS Kota Semarang

 

Hari Aksara Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 September, dikenal juga sebagai Hari Literasi Internasional. Mengutip situs UNESCO, pada tanggal 26 Oktober 1966, UNESCO menetapkan tanggal 8 September sebagai Hari Aksara Internasional yang diperingati secara pertama kali pada tahun 1967. Sejak itu, setiap tahun di seluruh dunia Hari Aksara Internasional rutin diperingati untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya literasi sebagai bagian dari hak asasi manusia, serta untuk memajukan agenda literasi menuju masyarakat yang lebih melek huruf.

 

Aksara maupun literasi erat kaitannya dengan wajah dunia pendidikan. Lalu, bagaimana wajah pendidikan Indonesia  menurut data statistik? Bersumber data rekap nasional semester ganjil tahun 2024/2025 per 1 September 2024 dari laman dapodik Kemendikbudristek (https://dapo.kemdikbud.go.id/), diketahui terdapat sejumlah 439.784 sekolah yang tersebar di Indonesia. Jenjang pendidikan yang dicakup, meliputi PAUD, PKBM&SKB, SD, SMP, SMA, SMK dan SLB. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan data jumlah sekolah pada semester ganjil tahun 2023/2024 yang sebanyak 437.722 sekolah.

 

Secara nominal, bertambahnya 967 sekolah PAUD tahun 2024 jauh melampaui jenjang pendidikan lainnya jika dibandingkan dengan tahun 2023. Jenjang pendidikan SMP menempati urutan ke 2 dalam hal peningkatan jumlah sekolah tahun 2024, yaitu bertambah sebanyak 407 sekolah. Diikuti jenjang pendidikan PKBM&SKB yang bertambah sebanyak 336 sekolah, SMA bertambah 163 sekolah, SD bertambah 130 sekolah, SLB bertambah 33 sekolah, dan SMK bertambah sebanyak 26 sekolah. Peningkatan pesat jumlah PAUD sejalan dengan peningkatan kesadaran masyarakat dan kebutuhan akan pentingnya pendidikan anak usia dini.

 

Jumlah peserta didik pada tahun ajaran 2024/2025 sebanyak 52.913.427 siswa. Angka ini turun 0,56 % dibanding tahun ajaran 2023/2024 yang sebanyak 53.212.177 siswa. Secara nominal, jumlah peserta didik yang mengalami penambahan terbanyak terdapat di jenjang SMP, sebanyak 60.548 siswa, diikuti SMA sebanyak 46.678 siswa. Sedangkan kondisi ironis terdapat pada jenjang pendidikan PAUD. Peningkatan jumlah sekolah PAUD tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah peserta didik PAUD yang justru turun signifikan sebanyak 203.936 siswa pada tahun 2024. Memerlukan kajian lebih mendalam untuk menelisik sebab dari kondisi yang nampak kontradiktif ini.

Jumlah guru tahun 2024 sebanyak 3.382.207, meningkat 0,09% dibanding tahun ajaran sebelumnya. Apabila dicermati, peningkatan jumlah guru terbesar dalam persentase terdapat pada jenjang PKBM&SKB (5,66%, dari 44.705 guru menjadi 47.235 guru). Namun peningkatan terbesar jumlah guru secara nominal terdapat pada jenjang pendidikan SD dan sederajat, yang bertambah sebanyak 11.514 guru. Sejalan dengan penurunan peserta didik pada level PAUD, penurunan jumlah guru PAUD menjadi yang terbesar jumlahnya jika dibandingkan jenjang pendidikan yang lain, yaitu berkurang sebanyak 5.805 guru pada tahun 2024.

 

Peraturan  Pemerintah  Nomor  74  Tahun  2008  Pasal  17 tentang  Guru  menyebutkan  bahwa  pada  jenjang  pendidikan  SD,  SMP,  dan  SMA, idealnya  satu  guru  bertanggung  jawab  terhadap  20  murid. Sementara  pada jenjang SMK idealnya satu guru bertanggung jawab pada 15 murid. Pada tahun ajaran 2023/2024 dan 2024/2025,  rasio  murid-guru  pada hampir  semua  jenjang  pendidikan  telah memenuhi standar ideal yang ditetapkan kecuali pada jenjang pendidikan PKBM&SKB dengan rasio murid-guru sebesar 40,90 (tahun ajaran 2023/2024) dan 38,32 (tahun ajaran 2024/2025). Angka ini bermakna bahwa di PKBM&SKB, satu guru bertanggung jawab terhadap sekitar 38-40 murid. Demikian pula rasio murid-guru SMK telah mencapai ambang batas pada tahun ajaran 2023/2024, yaitu sebesar 15,47 dan sedikit meningkat pada tahun ajaran 2024/2025, menjadi 15,74.  

 

Capaian pendidikan diukur melalui beberapa indikator yang dihasilkan dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bulan Maret 2023. Dengan cakupan 345.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota di Indonesia, hasil Susenas 2023 mengestimasi keberhasilan  program  Wajib  Belajar melalui capaian Angka Partisipasi Sekolah (APS) kelompok umur 7- 12 tahun dan 13-15 tahun yang berada di atas 95 persen. Angka ini memberi arti bahwa hampir semua (lebih dari 95%) penduduk usia tersebut saat ini sedang bersekolah (tanpa melihat jenjang pendidikannya).

 

APS merupakan  proporsi dari semua penduduk yang masih sekolah pada suatu kelompok umur tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai. APS menggambarkan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Semakin tinggi APS berarti semakin banyak penduduk usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah.

Secara umum capaian APS semakin menurun pada kelompok usia pendidikan yang lebih tinggi. Capaian APS kelompok umur 16-18 tahun dan 19-23 tahun tercatat sebesar 73,42 persen dan 28,96 persen. Angka ini memberi makna bahwa sebesar 73,42 persen penduduk usia 16-18 dan 28,96 persen penduduk usia 19-23 tahun sedang menempuh pendidikan.

 

Hasil Susenas 2023 berikutnya menunjukkan bahwa sekitar 36,36 persen anak Indonesia bersekolah pada tahapan PAUD, melalui capaian Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD. APK adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih sekolah di jenjang pendidikan tertentu tanpa memandang usia dengan jumlah penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan yang sama. APK merupakan indikator paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah pada masing masing jenjang pendidikan.

 

Capaian  Angka  Partisipasi  Kasar  (APK)  pada  jenjang  SMP/sederajat, SMA/sederajat,  dan  PT  mengalami  kenaikan  dibanding  tahun  sebelumnya. Meskipun  demikian,  capaian  APK  ketiga  jenjang  pendidikan  tersebut  masih cukup jauh dari target yang dicanangkan dalam Renstra Kemdikbudristek 2020-2024. Sementara itu, APK SD/sederajat justru mengalami penurunan dari 106,27 persen di tahun 2022, menjadi 105,62 persen di tahun 2023.

 

APK SD sebesar 105,62 persen di tahun 2023 bermakna bahwa terdapat sekitar 5 persen penduduk usia dibawah 7 tahun atau diatas 12 tahun yang masih bersekolah pada jenjang pendidikan SD. Hal tersebut mengindikasikan terdapat anak yang terlalu dini atau bahkan terlambat dalam mendaftar sekolah ataupun ada pengulangan kelas.

Indikator  Angka  Partisipasi  Murni  (APM)  digunakan  oleh  SDGs  untuk melihat  disparitas  antar  kelompok  dalam  mengakses  pendidikan. APM adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. APM menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai pada jenjang pendidikannya. Manfaat lain dari APM adalah untuk mengukur daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah.

 

Nilai APM bekisar antara 0 sampai 100 dan tidak ada nilai diatas 100 karena jumlah siswa (pembilang) merupakan bagian dari jumlah penduduk usia tertentu (penyebut APM). APM bernilai 100 artinya seluruh anak usia sekolah dapat bersekolah tepat waktu. Capaian APM nasional pada jenjang pendidikan SD/sederajat sebesar 97,89 persen memberi arti bahwa nyaris seluruh anak usia 7-12 tahun sudah bersekolah di jenjang SD, menyisakan 2,11 persen saja. Hasil Susenas 2023 menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, capaian APM semakin rendah. Capaian APM terendah terdapat pada jenjang PT sebesar 21,73 persen yang berarti hanya terdapat sekitar 22 dari 100 penduduk usia 19-23 tahun yang menempuh  jenjang PT.

Berdasarkan  jenis  kelamin,  capaian  APM  perempuan  di jenjang pendidikan SMP/sederajat ke atas lebih besar dibandingkan laki-laki. Styawan (2018) menyebutkan rendahnya APM laki- laki pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan laki-laki cenderung meninggalkan  bangku  sekolah untuk bekerja  ketika  menginjak  umur  yang  cukup.

 

Anak Tidak Sekolah masih menjadi salah satu tantangan bagi pemerintah. Fakta data menunjukkan bahwa semakin tinggi kelompok umur, semakin meningkat angka anak  tidak  sekolah.  Pola  yang  sama  terjadi  pada  penduduk  laki-laki  maupun perempuan.  Sedangkan  jika  dilihat  berdasarkan  status  disabilitas,  penduduk penyandang  disabilitas  memiliki  angka  anak  tidak  sekolah  yang  lebih  tinggi dibandingkan penduduk bukan penyandang disabilitas untuk semua kelompok umur.

Hari Literasi Internasional 2024 mengusung tema "Promoting multilingual education: Literacy for mutual understanding and peace" atau "Mempromosikan pendidikan multibahasa: Literasi untuk saling pengertian dan perdamaian". Dengan semangat literasi, besar harapan kita semua, agar dapat diperoleh berbagai solusi yang memungkinkan untuk meningkatkan kebijakan yang bertujuan tercapainya pendidikan untuk semua. Berbasis data, kita dapat membantu membangun masa depan pendidikan yang lebih baik bagi Indonesia.

 

Artikel ini telah tayang di media jatengdaily.com tanggal 10 September 2024 pada tautan https://jatengdaily.com/2024/wajah-pendidikan-indonesia/

Badan Pusat Statistik

BPS-Statistics Indonesia

Badan Pusat Statistik Kota SemarangJl. Inspeksi Kali Semarang No.1

Semarang-Jawa Tengah; Telp (024) 3546413

Faks (024) 3546413

e-mail : bps3374@bps.go.id

logo_footer

Manual

ToU

Links

Copyright © 2023 BPS-Statistics Indonesia