22 Juli 2024 | Kegiatan Statistik Lainnya
Oleh: Lilis Anisah, SST, MSi
Fungsional Statistisi BPS Kota Semarang
Sumber: https://koran.solopos.com/edition/halaman-02 , tanggal=2024-07-22
Pernahkah Anda mendengar tentang peringatan Hari Anak Nasional (HAN)? Momen ini jatuh setiap tanggal 23 Juli sebagai bentuk kepedulian bangsa terhadap tumbuh kembang anak. Peringatan HAN dilatar belakangi dari pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pada tahun 1951, kongres Wanita Indonesia (KOWANI) mencetuskan HAN untuk pertama kalinya. Namun perayaannya mulai dilakukan pada tahun 1952 saat Presiden Soekarno menjabat. HAN kemudian ditetapkan untuk diperingati setiap tanggal 23 Juli melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 44/1984.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, dalam acara “Media Talk: Pancasila di Hati Anak Indonesia dan Suara Anak Membangun Bangsa” pada Jumat (21/6/2024) menyampaikan bahwa peringatan HAN dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan, pemajuan, dan pemenuhan hak anak sesuai dengan mandat Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lalu, bagaimana kondisi anak Indonesia dalam potret data statistik? Tulisan ini fokus terhadap keadaan anak usia dini. Anak Usia Dini adalah anak sejak janin dalam kandungan sampai dengan usia 6 tahun (Perpres No. 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif). Menyesuaikan data, anak usia dini dalam tulisan ini dibatasi sejak lahir sampai usia enam tahun (0-6 tahun).
Dengan cakupan 345.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota di seluruh wilayah Indonesia, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bulan Maret 2023 mengestimasi bahwa sekitar 30,2 juta atau 10,91 persen dari total penduduk Indonesia merupakan anak usia dini berusia 0-6 tahun.
Menurut gender, persentase anak usia dini laki-laki lebih tinggi daripada perempuan (51,02 persen berbanding 48,98 persen). Sedangkan berdasarkan wilayah tempat tinggal, persentase anak usia dini di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan (57,22 persen berbanding 42,78 persen).
Jika dicermati berdasarkan kelompok umur tumbuh kembangnya, komposisi anak usia dini pada kelompok balita (1-4 tahun) menjadi kelompok dominan dengan besaran 59,95 persen, disusul oleh anak prasekolah (5-6 tahun) 28,83 persen, dan bayi (<1 tahun) sebesar 11,22 persen. Berdasarkan wilayah, lebih dari separuh anak usia dini (52,24 persen) tinggal di Pulau Jawa, selebihnya tersebar di pulau-pulau lain.
Pada era digital masa kini, informasi berada dalam genggaman karena sedemikian mudah diperoleh melalui berbagai lini. Kemudahan ini diakses oleh sekitar 38,92 persen anak usia dini dalam penggunaan handphone (HP) dan 32,17 persen anak usia dini yang mengakses internet.
Penggunaan HP dan akses internet bagi anak usia dini tentunya membutuhkan pengawasan dari orangtua/wali. Hasil Susenas Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (MSBP) 2021 menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia dini tinggal bersama dengan ayah dan ibu kandung. Namun demikian, ternyata masih ada sekitar 7,48 persen anak usia dini tinggal dengan orang tua tunggal dan 1,69 persen tidak tinggal bersama ayah dan ibu kandung.
Peran aktif orang tua/wali dalam pengasuhan sangat penting dalam mendukung tumbuh kembang anak. Fakta data menyatakan bahwa masih terdapat sekitar 3,69 persen balita yang pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak. Kondisi ini perlu mendapat perhatian semua pihak. Pengasuhan tidak layak yang dimaksud, dibatasi pada pengertian jika balita pernah dititipkan atau diasuh oleh anak usia <10 tahun tanpa pengawasan orang dewasa selama >1 jam atau pernah ditinggalkan sendiri selama >1 jam dalam seminggu terakhir.
Secara gender, balita perempuan yang pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak sedikit lebih besar daripada balita laki-laki (3,75% berbanding 3,64%). Sementara itu, balita yang pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak pada ibu bekerja lebih besar daripada ibu yang tidak bekerja (5,88% berbanding 2,14%).
Anak yang sehat akan mampu menerima stimulasi dan berkegiatan secara optimal. Sebesar 36,21 persen anak usia dini mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir. Sedikitnya sebesar 17,27 persen anak usia dini terganggu aktivitas sehari-harinya disebabkan oleh keluhan kesehatan yang mereka alami. Sebagian besar dari mereka yang mengalami keluhan kesehatan kemudian berobat, namun 4,93 persennya, tidak berobat.
Dari sisi nutrisi, sebesar 73,97 persen anak usia kurang dari 6 bulan mendapatkan air susu ibu (ASI) secara eksklusif. Kondisi ini secara nasional sudah melampaui target 60 persen sesuai ketetapan Pemerintah melalui Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024. Namun Provinsi Kalimantan Tengah, Gorontalo, dan Papua perlu mendapat perhatian karena capaiannya masih di bawah target tersebut.
Dalam hal pemberian imunisasi, sedikitnya 6 dari 10 anak usia 12-23 bulan sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Berdasarkan tingkat pendidikan ibu, capaian imunisasi dasar lengkap meningkat seiring dengan peningkatan level pendidikan ibu.
Beralih ke aspek lingkungan, hasil Susenas 2023 menunjukkan sebesar 60,22 persen rumah tangga yang di dalamnya terdapat anak usia dini, menempati rumah layak huni, 91,15 persen memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak, dan 82,48 persen memiliki sanitasi layak. Hasil lainnya menunjukkan bahwa sekitar 7 dari 10 anak usia dini (70,23 persen) tinggal bersama anggota rumah tangga yang perokok.
Pendidikan pada anak usia dini berperan dalam meningkatkan kualitas hidup anak di kemudian hari. Sebesar 27,38 persen anak usia dini pernah/sedang mengikuti pendidikan prasekolah. Sementara itu, capaian indikator Angka Kesiapan Sekolah (AKS) yang berkisar 76,54 persen memberi makna bahwa sekitar 3 dari 4 (76,54 persen) peserta didik yang duduk di kelas 1 SD pernah mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Perlindungan dan kesejahteraan menjadi salah satu fokus pengembangan anak usia dini. Pada tahun 2023, sebanyak 86,33 persen anak usia dini di Indonesia telah memiliki akta kelahiran. Namun, kesenjangan capaian antar provinsi masih lebar (capaian tertinggi DKI Jakarta 97,63 persen dan capaian terendah Papua 47,96 persen).
Terkait kesejahteraan, Susenas mencatat terdapat 14,80 persen rumah tangga yang beranggotakan anak usia dini pernah menjadi penerima Program Keluarga Harapan (PKH). Selain itu, sebanyak 0,04 persen anak usia dini pernah menjadi korban kejahatan dan sebanyak 12,92 persen hidup di bawah garis kemiskinan.
HAN tahun 2020-2024 mengusung tema yang sama: Anak Terlindungi, Indonesia Maju. Enam subtema yang menjadi fokus pada HAN 2024 yaitu Suara Anak Membangun Bangsa; Anak Cerdas, Berinternet Sehat; Pancasila di Hati Anak Indonesia; Dare to Lead and Speak Up: Anak Pelopor dan Pelapor; Anak Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, Pekerja Anak, dan Stunting; serta Pengasuhan Layak untuk Anak: Digital Parenting.
Hak anak adalah hak asasi manusia. Hari Anak Nasional bukanlah sekadar perayaan yang penuh dengan keceriaan dan canda tawa anak. Berbasis data, kita dapat membantu membangun masa depan yang lebih baik bagi semua anak Indonesia.
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Kota SemarangJl. Inspeksi Kali Semarang No.1
Semarang-Jawa Tengah; Telp (024) 3546413
Faks (024) 3546413
e-mail : bps3374@bps.go.id
Tentang Kami