[Opini] Potret Anak Jawa Tengah - Berita - Badan Pusat Statistik Kota Semarang

April 2024 terjadi inflasi year on year Kota Semarang sebesar 3,01 persen

[Opini] Potret Anak Jawa Tengah

[Opini] Potret Anak Jawa Tengah

24 Juli 2024 | Kegiatan Statistik Lainnya


Oleh: Lilis Anisah, SST, MSi

Fungsional Statistisi BPS Kota Semarang

 

Apa itu Hari Anak Nasional (HAN)? Hari Anak Nasional yang jatuh setiap tanggal 23 Juli diperingati untuk meningkatkan kesejahteraan anak-anak serta menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang masalah yang dihadapi anak-anak di Indonesia. Demikian pernyataan Presiden Jokowi pada peringatan HAN tahun 2023 dalam akun twitter pribadinya: @jokowi. Sementara Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, dalam acara “Media Talk: Pancasila di Hati Anak Indonesia dan Suara Anak Membangun Bangsa” pada Jumat (21/6/2024) menyampaikan bahwa peringatan HAN dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan, pemajuan, dan pemenuhan hak anak sesuai dengan mandat Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Lalu, bagaimana potret anak Jawa tengah menurut data statistik? Mengadopsi Konvensi PBB untuk Hak-Hak Anak, anak adalah  semua orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali ditentukan lain oleh hukum suatu negara. 

 

Dengan cakupan 30.050 rumah tangga sampel yang tersebar di 35 kabupaten/kota Jawa Tengah, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bulan Maret 2023 mengestimasi bahwa sebanyak 26,52 persen dari total penduduk Jawa Tengah  merupakan  anak berusia 0-17 tahun.  Persentase anak laki-laki tahun 2023 adalah sebesar 27,23 persen dari total penduduk berjenis kelamin laki-laki, sedangkan persentase anak perempuan  sebesar 25,82 persen dari total penduduk berjenis kelamin perempuan.

 

Hasil Susenas 2023 menunjukkan sebesar 15,87 persen penduduk wanita Jawa Tengah berumur 10 tahun ke atas yang berstatus pernah kawin, melangsungkan perkawinan pertamanya di usia kurang dari 17 tahun. Wonosobo menjadi kabupaten di Jawa Tengah dengan persentase terbesar penduduk wanita berumur 10 tahun ke atas yang berstatus pernah kawin, yang melangsungkan perkawinan pertamanya di usia kurang dari 17 tahun (30,81%). Sedangkan Kota Salatiga menjadi kabupaten dengan persentase terendah untuk kejadian yang sama (3,87%).

 

Terdapat sembilan kabupaten dengan persentase penduduk wanita berumur 10 tahun ke atas yang berstatus pernah kawin, yang melangsungkan perkawinan pertamanya di usia kurang dari 17 tahun sebesar lebih dari 20 persen, yaitu Wonosobo (30,81%), Blora (28,67%), Banjarnegara (25,93%), Rembang (23,59%), Grobogan (22,85%), Pemalang (21,49%), Brebes (21,17%), Batang (20,64%), dan Purbalingga (20,31%).

 

Angka ini bermakna bahwa di sembilan kabupaten tersebut, sekitar 1 dari 5 wanita berumur 10 tahun ke atas yang berstatus pernah kawin, melangsungkan perkawinan pertamanya di usia kurang dari 17 tahun. Kondisi ini cukup memprihatinkan. Mereka akan beresiko tercuri haknya sebagai seorang anak, antara lain hak pendidikan, hak untuk hidup bebas dari kekerasan dan pelecehan, hak kesehatan, dan hak tidak dipisahkan dari orangtua.

 

Risiko kematian anak perempuan yang menikah di usia dini saat melahirkan lebih tinggi dibandingkan wanita yang sudah cukup umur. Demikian pula, risiko kematian bayi, bayi lahir dalam keadaan prematur, serta kondisi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) juga lebih besar pada bayi yang dilahirkan oleh perempuan yang menikah di usia dini.  Sebab secara biologis sebenarnya organ reproduksinya belum cukup siap untuk mengandung dan melahirkan.

 

Pernikahan dini berpotensi menjadi beban sosial dan tekanan psikologis jika anak tidak mampu beradaptasi dengan kehidupan baru yang dijalaninya. Di usia yang masih muda, mereka belum memiliki pengendalian diri dan emosi yang matang. Kedewasaan, pemahaman agama, dan kematangan berpikir merupakan bekal yang penting dalam pernikahan. Semua itu masih menjadi proses pada seorang anak.

 

Selanjutnya, data BPS mengungkapkan bahwa persentase anak usia 10-17 tahun yang bekerja di Jawa Tengah cukup fluktuatif dalam kurun waktu tahun 2018 hingga 2023. Angka pekerja anak Jawa Tengah meningkat di tahun 2019 dan 2020 (1,98% tahun 2018, 2,17% tahun 2019, 2,31% tahun 2020), angka tersebut turun menjadi 2,26 persen pada tahun 2021 kemudian meningkat menjadi sebesar 2,41 persen pada 2022 dan kembali turun menjadi 2,25 persen di tahun 2023.

 

Kesulitan ekonomi memaksa anak usia sekolah sudah harus bekerja untuk menopang perekonomian keluarga. Pandemi Covid-19 telah meningkatkan jumlah pekerja anak di Jawa Tengah. Fakta data menunjukkan bahwa persentase pekerja anak di tahun pertama pandemi Covid-19 lebih rendah dibandingkan dengan tahun kedua pandemi.

 

Berkaitan dengan tertib administrasi, masih terdapat 2,61 persen anak (penduduk usia 0-17 tahun) di Jawa Tengah yang tidak memiliki akta kelahiran. HAN tahun 2020-2024 mengusung tema yang sama: Anak Terlindungi, Indonesia Maju. Terdapat enam subtema yang menjadi fokus HAN 2024 yaitu Suara Anak Membangun Bangsa; Anak Cerdas, Berinternet Sehat; Pancasila di Hati Anak Indonesia; Dare to Lead and Speak Up: Anak Pelopor dan Pelapor; Anak Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, Pekerja Anak, dan Stunting; dan Pengasuhan Layak untuk Anak: Digital Parenting.

 

Masa depan yang lebih baik untuk anak Indonesia, khususnya Jawa Tengah, tentu menjadi harapan kita bersama. Anak adalah aset berharga bangsa. Berbasis data, mari kita melangkah bersama mewujudkan masa depan cerah anak Indonesia.


artikel ini telah tayang di media jatengdaily.com tanggal 24 Juli 2024 pada tautan https://jatengdaily.com/2024/potret-anak-jawa-tengah/ 

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Kota SemarangJl. Inspeksi Kali Semarang No.1

Semarang-Jawa Tengah; Telp (024) 3546413

Faks (024) 3546413

e-mail : bps3374@bps.go.id

logo_footer

Tentang Kami

Manual

S&K

Daftar Tautan

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik